#Tugas Bahasa Indonesia. Meringkas Novel ^.^
Namaku Ransy Ranye Pinneaple. Aku mempunyai seorang kakak dan adik perempuan. Kakakku bernama Cherryasly Pinneaple. Sedangkan adikku bernama Mangsy Lucya Pinneaple. Ayahku bernama Purpl Pinneaple. Beliau bekerja pada sebuah toko buah yang didirikan sejak tahun 1990. Ibuku Aply Sherry Pinneaple dia seorang penjaga kasir di toko buah serta berwiraswasra menjual croissant dan beberapa kue lainnya. Aku dan kakakku Cherry bersekolah di Avycade Junior High School. Sedangkan Mangsy bersekolah di Avycade Elementary School yang masih satu gedung dengan sekolahku. Keluargaku tinggal di Alaska.
Aku pikir keluargaku adalah paling aneh di dunia. Kamu seperti mempunyai dunia sendiri. Bukan dunia antar keluarga, tapi dunia individual. Yaah, aku pun pernah menyangka aku adalah satu-satunya anak normal di keluarga ini. Ayah ibuku tidak pernah memarahi jika anaknya melakukan kesalahan. Tidak seperti anak-anak lain. Bahkan, mereka tidak mau mengambil rapor anak-anaknya di sekolah. Keluargaku tinggal bersama-sama tanpa dialog stiap harinya. Aku selalu sedih bila memikirkan nasib keluarga ini.
Ayah-ibuku juga pasangan yang aneh. Bahkan saat melamar ibu, ayah hanya lewat via surat. Aku kaget mendengarnya. Mereka bertemu ketika pernikahan berlangsung dan saat pernikahan tidak berbicara sepatah kata pun. Hal ini diceritakan ibu pada waktu keluarga kami tidak seperti ini dulu.
Kakakku Cherry lebih aneh lagi. Sebenarnya dia tak seburuk yang aku bayangkan. Di sekolah dia adalah anak yang bersemangat, populer, asyik, seru, dan pintar. Sayang sekali itu hanyalah dia di sekolah. Di rumah Cherry sangat pendiam. Melebihi ayah dan ibuku. Bahkan ketika keluargaku menanyakan sesuatu kepadanya. Pandangannya tidak beranjak dari handphone. Lebih buruk lagi aku dan Cherry satu sekolahan tapi tidak pernah sekalipun kami saling menyapa. Bahkan lebih tepatnya tidak mengenal satu sama lain. Dia tidak menganggapku sebagai adiknya. Sebagian besar siswa di sekolah kamu tidak mengetauhi bahwa aku dan Cherry bersaudara.
Mangsy. Dia tidak terlalu aneh bagiku. Dia cukup pendiam namun bisa menjadi cerewet dadakan bila sudah curhat denganku. Mangsy baik padaku, kami juga berbagi kamar. Mangsy sama sepertiku, tidak mahir bersosisalisasi. Di sekolah sering kulihat dia duduk sendiri di pojok kelasnya tanpa teman. Aku sring mengajaknya berbicara. Namun, hanya sebatas bila dikamar. Aku berusaha memecah keheningan.
Dan aku ? apa yang harus kuceritakan ? aku sama seperti anggota keluargaku yang lain. Pendiam dan sulit mengucapkan kata-kata. Aku lebih suka mengukir sebuah senyuman. Aku kesepian dan tidak mempunyai teman sejak kecil. Yang sering aku pikirkan. Aku dijuluki suka membantu. Tapi, faktanya aku tidak bisa untuk menolog masalahku sendiri. Itu yang terburuk.
Pagi itu sungguh tak biasa, keluargaku cukup bisa dibilang rukun. Semua ada dimeja makan. Tiba-tiba Mangsy bertanya kepada ibu kemanakah weekend kita minggu ini. Jawaban ibu cukup membuat aku dan Mangsy shock. Ibu menyerahkan semua kepada Cherry. Ayahku juga tak bicara sepatah katapun. Cherry bahkan acuh tak acuh sambil menatap layar handphonenya. Hmm sungguh kupikir keluargaku telah hancur. Pagi itu berakhir dengan pertengkaran lagi. Mungkin vacation minggu ini gagal lagi. Padahal aku tau ayah sudah merencanakanya karena penghasilan toko buah minggu ini cukup memuaskan.
Siang itu di kelas. Tepatnya saat pelajaran Ms. Kelly. Beliau menanyakan berbagai hal kepada kami. Tentang pelajaran sejarah. Hmm.. yaah semua anak juga sudah tau kalau aku tak akan pernah berbicara. Padahal sesungguhnya aku dapat namun enggan,
Satu pertanyaan dapat kujawab dengan suara lirih dan pelan. Nyaris tak ada yang medengar. Tapi sukurlah Ms. Kelly mendengarnya. Akupun tersenyum bangga. Saat itu aku menjawab tentang Anne Frank.
Saat itu seorang temanku yang bernama Ghasaniey Wraterusy menjawab pertanyaan dari Ms. Kelly. Ia menjelaskan semuanya dengan panjang lebar. Sungguh aku kagum padanya. Bicaranya lancar tanpa jeda. Aku yakin seisi kelas juga mengaguminya.
Istirahat. Tak kusangka Ghasaniey mendekatiku. Dia menhgajakku berbicara, bercerita. Sungguh apakah ini yang dinakmakan memiliki sahabat? Aku merasa nyaman didekatnya. Dengan dia aku bisa terbuka. Aku menceritakan kepadanya tentang semua yang ada di hatiku. Tentang Cherry dan keluargaku yang sangat aneh. Ghasaniey terkejut mendengar bila aku adalah adik Cherry.
Ghasaniey sangat pintar menulis. Tulisan-tulisannya membuat aku kagum. Aku bercerita kepadanya bahwa liburan musim panas kemarin aku hanya dikamar menghabiskan waktu membaca buku. Buku yang kupinjam dari perpustakaan dekat rumahku. Ghasaniey terperanjat. Dia berkata kagum kepadaku. Kami saling berbagi kisah, cerita, dan kepribadian masing-masing. Aku senang berada didekatnya.
Aku dan Ghasaniey selalu pergi bersama setiap hari Jumat siang sepulang sekolah. Dan aku pun berencana mengajaknya ke perpustakaan minggu depan.
***
Kudapati Mangsy sedang duduk diam dengan rambut acak-acakan. Saat kutanyai dia memarahiku. Mengaggap bahwa suaraku tambah berat dan keras. Lagi lagi .. aku debat dengan Mangsy. Mangsy bilang keluargaku membaik. Namun, yang aku tau keluargaku masih hancur. Cherry lebih sering menginap di rumah temannya. Ayahku sering pulang larut malam. Begitu juga Ibu keluar malam dengan alasan reuni. Hmm ..
Namun, Mangsy mengelak. Ia berkata aku tak boleh terus-terusan berpikiran negatif. Aku membenarkan perkataan Mangsy. Semenjak itu juga Mangsy memutuskan untuk menjauhiku agar aku bisa mengerti apa yang sudah terjadi. Yah, bahkan Mangsy tidur diruang tamu.
Saat itu juga kudengar pertengkaran antara Cherry dengan Ibu. Sungguh tersayat hatiku. Cherry membentak ibu dengan kata-kata yang kasar. Padahal aku tau, niat ibu baik mengingatkan Cherry yang pulang pukul 10 malam. Aku tak kuat mendengarnya. Dengan kesal aku keluar kamar. Ketemui Cherry dan Ibu. Aku membentak dan memarahi Cherry. Cherry sontak marah kepadaku. Ia membanting pintu kamarnya lalu masuk. Emosiku tak tertahankan lagi. Aku yakin ayah mendengar ini. Tapi beliau diam saya. Aku juga tau Mangsy menangis bila mengetahui hal ini.
***
Di sekolah siang itu. Cherry yang sedang asik mendengarkan musik kaget mendengar teriakan Gracia, seorang sahabatnya. Gracia menyodorkan majalah sekolah minggu ini. Tertulis “Kakak dan Adik ‘Invisible’ Believe It Or Not”
Disana terdapat foto Cherry dan Ransy berpegangan tangan ketika kecil. Cherry sangat marah mengetahui hal itu. Namun, Gracia juga tak tau apa-apa tentang penyebaran foto itu.
Gracia salah seorang yang tau mengenai hubungan Cherry dan Ransy. Ia masuk dalam anggota Lefem’s . Lefem’s adalah singkatan dari Lem and Female. Yang berarti selalu bersama. Bagaikan perangko. Terdiri dari Cherry, Gracia, carol, dan Marie. Bisa ditebak Cherry adalah ketuanya.
Walaupun kadang tingkah mereka yang iseng menganggu anak kelas 7, 8 bahkan guru-guru, kepala sekolah belum bergerak untuk memperingatkan mereka. Dengan alasan ke empat anak Lefem’s memiliki berbagai bakat. Dalam akademi sampai olahraga. Sering mereka mendapatkan kejuaraan.
Anak-anak kelas 7 juga banyak yang memuja Lefem’s. Bahkan mereka ada yang membuat Lefem’s junior.
Lagi-lagi berita tentang Ransy-Cherry teringatkan oleh Carol dan Marie. Cherry semakin kesal. Dia mendatangi kelas Ransy. Diseretnya Ransy ke toilet kelas 7. Dia memarahi dan menyalahkan Ransy habis-habisan. Ransy hanya lemas terdiam setelah dia adu mulut dengan Cherry.
***
Di rumah aku masih terbayang-bayang masalah tadi. Kukunci kamarku rapat-rapat. Aku terus menangis. Tapi tetap saja tak kudapati ayah-ibuku mendatangi dan membantuku. Yang perhatian hanyalah Mangsy dia selalu menghibur serta memberiku semangat. Sampai-sampai aku lupa hari ini aku ada janjian dengan Ghasaniey untuk ke perpus. Untung saja ada Mangsy yang mengingatnya.
Kulangkahkan kaki menuju ruang tamu. Ada Ghasaniey yang terlihat sedikit kesal sambil menunjuk-nunjuk jam tanganya. Ghasaniey lalu menyapa dan menyalami Mangsy. Lalu kami bertiga menuju Buch Library.
Sesampainya di Buch Library. Terlihat Mr. Buch sedang menata buku baru. Buku yang sedang aku cari ada disitu. Aku segera mengambilnya.
Ghasaniey sendiri terlihat sedang terkagum-kagum dengan perpustakaan Buch Library. Disana dia dikenalkan dengan Mr. Buch dan meminjam beberapa buku. Aku meminjam sebuah buku berjudul “Karena Kita Tak Kenal” buku yang sangat bagus. Ceritanya sungguh membuatku sedih. Terpikirkan nasib keluargaku. Lebih khususnya untuk novel “Tuhan” yang memaksaku berpikir mengapa juga keluargaku tidak pernah sekalipun membahas tentang Tuhan. Aku sama sekali tak tau Tuhan, agama, dan semua tentang itu. Buku yang membuatku semakin merinding.
***
“Hah” aku terbangun dari mimpi burukku. Mimpi yang selalu mengekor di setiap malamku. Aku lihat Mangsy masih tidur. Kepalaku sangat sakit. Terfikir mimpi buruk yang menyertaiku. Aku pun keluar kamar. Kudapati ayah sedang duduk lemas ditangga. Tiba-tiba ibu mengajak ayah mengobrol. Berani taruhan tidak sampai 5 menit mereka akan bertengkar. Seperti kataku ayah membentak ibu dengan kasar bahkan hampir memukul. Aku tidak tega lalu kubentak ayah. Tak sengaja Cherry melakukan hal yang sama denganku. Teriakan kami bersamaan.
Aku tau ayah frustasi atas penjualan buah yang semakin menurun. Sering kulihat dia marah. Padahal ayah tidak seperti itu. Sebelumnya ia adalah pria yang lembut dan berbicara dengan pelan. Mata ayah selalu memancarkan kesedihan. Aku tau itu. Sesungguhnya ayah kesepian. Ayah ingin keluargaku normal. Namun, ayah hanya tidak mengetahui caranya. Ayah merasa sendiri. Aku baru menyadarinya sekarang. Ayaah ..
***
Paginya, Mangsy memaksaku untuk menceritakan kejadian semalam. Aku yang tengah membaca buku menolaknya. Aku meyakinkan Mangsy bahawa semua baik-baik saja. Tiba-tiba Mangsy menanyakan hal aneh. Mangsy berkata bahwa tatapan Ghasaniey penuh kepalsuan. Seakan-akan hanya menjadikanku biang penyakit karena kami pergi hari Jumat saja. Curginya Ghasanieylah yang membocorkan tentang keluarga Pinneapple Ghasaniey tak beda dengan Cherry. Ah aku memebenarkan. Tapi apakah mungkin Ghasaniey sepertiku? Tidak Ghasaniey sahabat baikku.
Masalahku semakin rumit. Perkataan Mangsy selalu menghantuiku. Mengelilingi kepalaku wajah dan senyum Ghasaniey saat memperkenalkan diri. Sungguh ku anggap dia sahabat sejatiku. Dia selalu ada untukku. Menerimaku apa adanya. Dan .. aku pun tergeletak lemas di tempat tidur.
Aku bangun. Mangsy telah menyiapkan rencanan. Ia menempelkaan alat penyadap kecil di baju Ghasaniey. Aku merasa tidak terima. Seakan-akan memang Ghasaniey pelakunya.
Namun apa daya. Demi membuktikan aku ikut Mangsy ke Kafe Terrania. Sesampainya di Kafe tepat pukul 4 sore. Kulihat Ghasaniey mendatangi seorang gadis perempuan. Dia Maya. Disana tampak mereka berdua bercakap-cakap tentang sesuatu. Ya Tuhan aku tidak menyangka. Aku mendengar sendiri semuanya. Ternyata aku salah. Selama ini Ghasaniey hanya memanfaatku karena uang. Maya menyuruh Ghasaniey mendekatiku dan mengetahui segalanya tentangku. Maya membayarnya dengan uang yang banyak. Lalu ia sebarkan di majalah sekolah. Sungguh takkusangka Ghasaniey setega itu kepadaku. Hatiku sakit tersayat-sayat rasanya. Tak mampu kumenahan amarah dan tangisku. Lalu kudatangi mereka yang tengah tertawa-tawa.
Maya tampak kaget dan Ghasaniey tak bisa berbicara apa-apa ketika melihat aku dibelakangnya. Kuluapkan emosiku di tempat itu. Tak peduli banyak pasang mata memperhatikan. Mangsy lalu menarikku dan dia juga mulai ikut membelaku. Aku dan Mangsy pun pergi meninggalkan kafe.
***
Siang itu aku menuju kamar dengan cemas. Langkahku terburu-buru. Aku sangat takut apabila Mangsy dan yang lain mengetahui hal ini. Aku mengalami pendarahan. Aku bingung harus berbuat apa. Aku ingin ke rumah sakit tapi aku fobia dengan rumah sakit. Mangsy datang kekamar dan mulai mencurigai gerakku yang tidak bebas. Aku berusaha menutup-nutupinya. Kepada siapa aku meminta tolong? Ah terfikir olehku tentang tuhan. Dan aku mengingat-ingatnya lagi. Hal selalu membuat aku bingung tentang keberadaanya.
Pendarahan itu semakin banyak. Tiga hari lamanya aku berdiam dalam keterpurukan ini. Aku sudah sering sekali masuk-keluar untuk mengecek darah yang keluar. Huh .. aku semakin bingung , 3 hari pula aku tidak mandi. Aku bingung harus bertanya kepada siapa. Dan aku pun tau sesungguhnya ibu, ayah, Mangsy, dan Cherry juga mengetahui tentang hal ini.
Cherry datang menghampiriku dengan muka marah. Dia mengetahui aku sedang pendarahan. Dilemparnya sprei kamarku yang bercap merah besar ditengah ke wajahku. Aku tidak terima ini. Aku menyalahkan Cherry mengapa dia tidak memberitahuku? Kenapa ibu juga diam saja? Pertengkaran terulang kembali. Aku tak mampu menahan kata-kata yang tersimpan dihatiku ini. Aku marah kepada ibu dan Cherry. Mereka hanya tercengang. Lalu kuiungkit masalah tuhan kepada ibu. Ibu hanya pergi meninggalkanku.
Aku baru tau itu setelah Cherry memberitahuku segalanya tentang pendarahan itu. Ternyata disebut menstruasi. Dan aku pikir masalah ini membuatku semakin dekat dengan Cherry.
***
Siang itu aku bertemu Ghasaniey di taman kota. Aku berusaha untuk tenang. Dan melupakan semuanya. Tiba-tiba dia datang, aku membuang muka. Huft, ghasaniey meminta maaf kepadaku. Aku merasa iba juga. Sesungguhnya aku tak ingin pisah darinya dan aku ingin tetap bersamanya. Aku memaafkan dia.
Ghasaniey bercerita bahwa ayahnya sakit kanker stadium akhir. Aku tak menyangka. Ghasaniey sudah ditinggal ibunya. Dan kini dia butuh uang untuk penyakit ayahnya. Maka dari itu dia meminta tolong pada Maya, teman kecilnya. Maya menyuruh Ghasaniey mendekatiku dan mengutik rahasiaku. Maya yang menyebarluaskanya. Ghasaniey tidak tau apabila akan disebarluaskan hingga menjadi gosip rating atas di sekolah. Hmm .. aku tau benar posisi Ghasaniey. Karena aku dan dia memiliki banyak kesamaan. Aku putuskan kembali bersahabat dengan dia.
Aku pikir Ghasaniey juga sama sepertiku. Tidak mengenal tuhan. Dia atheis. Saat bertanya kepada ayahnya, ayahnya juga berkata tidak akan mementingkan agama. Yaa , itulah salah satu kecocokan kami.
***
Keluargaku berangsur-angsur membaik. Kami sudah rukun seperti keluarga lain. Bahkan aku, Cherry dan Mangsy sekarang tidur sekamar. Setiap malam kami berbagi cerita. Melakukan hal-hal menyanangkan bersama. Aku tak pernah seperti ini. Aku baru sekali merasakan bahagia seperti ini.
Tapi satu hal yang membuat kebahagiaanku berkurang. Ayahku sakit tifus. Aku tau tifus itu mematikan. Tapi apa daya keluargaku takkuat membawanya ke dokter. Namun Cherry bersikeras. Aku hanya mengikuti.
Untuk meringankan beban ibu, aku berniat untuk bekerja di restoran kecil Tonfu. Juga aku mengajak Ghasaniey agar dia juga bisa membantu ayahnya. Ghasaniey juga tampak senang.
Semakin hari ayah semakin parah. Tuhan aku ingin keluargaku bahagia bersama. Tapi kini setelah keluargaku mulai membaik umur ayahku divonis tinggal sebentar lagi. Aku tak sanggup mendengarnya. Cherry memintaku untuk berhenti bekerja. Dia takut aku juga sakit. Aku bersikeras.
Kabar baik kudengar dari Ghasaniey. Ayahnya akan dioprasi minggu depan. Aku turut bahagia. Aku tak boleh lemah atas ayah. Ghasaniey yang ditinggal ayahnya sakit bisa kuat tanpa ibu dan sodara-sodara. Sedangkan aku? Ada Cherry, Mangsy, ibu yang slalu ada disisiku. Yaah aku harus kuat.
***
Hari ini, hari ulang tahun pernikahan ayah dan ibu. Di saat ini juga trombosit ayah semakin menurun drastis. Aku, Mangsy dan Cherry serta ibu berada disamping ayah. Aku memegang tangan ayah. Ayah terlihat lemas, lesu. Aku tidak sanggup merasakanya. Tiba-tiba tangan ayah mengelus rambut kami. Ayah sempat mengucap beberapa kata. Dan sampai akhirnya tangan ayah lepas dari lembutnya elusan ayah. Tangisku semakin deras.
Aku tak sanggup. Aku berniat tidak ikut ke pemakaman ayah. Tapi Mangsy, Cherry, dan ibu tetap membujukku. Hingga akhirnya aku menyadari ayah pasti menginginkan aku datang. Aku berjanji ayah takkan hilang dari hatiku. Aku akan selalu menyayangi dan mendoakan ayah. Ayah.. tenanglah disana.
***
(Ransy umur 25 tahun)
Kudengar lagu dari Sherina Munaf berjudul Aku Tlah Dewasa. Walaupun aku tak mengerti artinya. Tapi aku tau lagu ini sangat berarti untuk ayah. Aku sering mendengarnya ketika mengunjungi Indonesia bersama ayah dulu. Tangisku taktertahankan hingga hidungku memerah.
Aku merindukan saat-saat bersama keluargaku. Saat bersama. Ayaah .. aku sudah berubah. Aku sudah berumur 25 tahun ayah. Aku bekerja sebagai dokter psikolog. Aku sudah mengethui jelas agama dan tuhanku ayah. Aku sekarang berjilbab. Namaku sudah berganti menjadi Ransy Aisyah Pinneaple. Aku senang bisa membantu orang lain. Terutama anak-anak saat menemui kesulitan. Aku senang bisa berbicara dengan lancar tanpa jeda. Aku senang kini mempunyai banyak teman ayah. Ayah , musim panas ke 13 aku lalui tanpa dirimu. Namun, disini ada Cherry, Mangsy dan ibu yang akan menemani dan menyayangiku selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar